Sabtu, 08 Februari 2014

Teori Puisi

PENDAHULUAN

Banyak hal yang dapat kita lihat dan alami dalam hidup ini. Hal-hal yang kita lihat dan alami itu lebih lanjut sebut saja pengalaman kadang-kadang begitu dalam menyentuh perasaan dan kadang pula tidak. Terhadapnya sebagian orang membiarkannya begitu saja dan ada pula yang begitu memperhatikan.
Seorang penulis puisi lebih sering disebut penyair, tidak akan meremehkan pengalaman-pengalamannya. Segala sesuatu yang dilihat dan dialaminya selalu tidak luput dari perhatiannya. Dia menjadikan semua itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia, manusia yang memiliki kesadaran eksistensial. Wujud perhatian dan usaha menjadikan pengalaman-pengalaman itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia di antaranya adalah menuangkan atau menuliskan apa yang dialaminya dan dilihatnya ke dalam bentu puisi.
Istilah hakikat puisi (yakni unsur hakiki yang menjiwai puisi) disebut struktur batin, sedangkan metode puisi (medium bagaimana hakikat itu diungkapkan) disebutnya struktur fisik. Adapun wujud konkret hakikat puisi adalah pernyataan batin penyair, sedangkan metode adalah unsur-unsur pembangun bentuk kebahasaan puisi.

Menurut Waluyo (dalam Jabrohim, 2001:34) berpendapat bahwa struktur fisik puisi terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Selanjutnya, demikian Waluyo, bait-bait puisi itu membngun kesatuan makna di dalam keseluruhan isi sebagai sebuah wacana. Struktur fisik ini merupakan medium pengungkapan struktur batin puisi. Adapun unsur-unsur yang termasuk dalam struktur fisik puisi menurut Waluyo adalah diksi, pengimajian, kata konkret, majas, verifikasi, tipografidan sarana retorika. Adapun struktur batin puisi, sebagaimana disebut Waluyo terdiri atas tema, nada, perasaan dan amanat.
Pada kenyataan, puisi sangat dpengaruhi oleh latar belakang waktu atau kejadian saat penciptaan puisi tersebut. Misalnya, puisi pada zaman animisme dan dinamisme berisi tentang mantera-mantera mencakup kepercayaan masyarakat pada masa itu terhada roh-roh nenek moyang. Begitu pula pada masa perjuangan. Tema puisinya sebagian diwarnai oleh nuansa perjuangan. Berdasarkan perkembangannya, puisi dibagi menjadi puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.
Dari berbagai latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini anrtara lain, Bagaimanakah cara menulis puisi yang baik sesuai dengan hakikat serta unsur-unsur yang membangu puisi.
Tujuan penulisan makalah ini bertujuan untuk memperluas wawasan dan cakrawala pemikiran serta meningkatkan kemampuan teknis dalam menulis puisi. Manfaat penulisan makalah ini agar dapat memupuk minat dan bakat sehingga dapat memiliki kepekaan apresiasi dan kemampuan kreasi atau ekspresi sehingga menjadi manusia yang memiliki kepribadian kreatif, yaitu mampu berimajinasi sehingga dapat menulis sebuah puisi.

  

PENGERTIAN PUISI

1.1.Pengertian Puisi dari Lima Ahli Sastra
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut:
1.        Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
2.        Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi
3.        Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
4.        Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
5.        Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.

1.2  Kesimpulan Pengertian Puisi
a.       Dari uaraian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan peyair, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
b.      Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Oleh sebab itu penulis dapat menyimpulkan bahwa puisi merupakan ungkapan atau ekspresi dari pemikiran manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang indah. Pengertian puisi di atas juga terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

  
STRUKTUR BATIN

2.1 Tema
Tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang. Tema tentulah merupakan kombinasi atau sintesis dari bermacam-macam pengalaman, cita-cita, ide dan bermacam-macam hal yang ada dalam pikiran penulis. (Endah Tri Piyatmi, 2010: 74 dalam Skripsi Sri Handayani, 2011: 22)
Tema puisi merupakan gagasan utama penyair dalam puisinya. Gagasan penyair cenderung tidak selalu sama dan besar kemungkinan untuk berbeda-beda. Oleh karena itu, tema puisi yang dihasilkannya pun akan berlainan. (E. Kosasih, 2008: 37 dalam Skripsi Sri Handayani, 2011: 22)

Jelas bahwa dengan puisinya sang penyair ingin mengemukakan sesuatu bagi para menikmatnya. Sang penyair melihat atau mengalami beberapa kejadian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang ingin dikemukakan, dipersoalkan atau mempermasalahkan hal-hal itu dengan caranya sendiri.
Demikianlah setiap puisi mengandung suatu subject matter untuk dikemukakan atau ditonjolkan. Hal ini tergantung kepada beberapa faktor, antara lain falsafah hidup, lingkungan, agama, pekerjaan, dan pendidikan dari sang penyair sendiri. Di samping itu, setiap puisi juga harus mengandung makna, sekalipun dalam beberapa puisi makna tersebut agak samar. Terlebih lagi bila sang penyair begitu mahir mempergunakan bahasa figuratif.

Makna yang dikandung oleh subject matter, suatu puisi itulah yang disebut dengan tema. Untuk lebih jelas berikut adalah puisi Armyn Pane yang singkat namun padat dan hanya terdiri dari lima baris:


Kembang Setengah Jalan
Mejaku hendak dihiasi
Kembang jauh dari gunung.
Kau petik sekarangan kembang,
Jauh jalan panas hari,
Bunga layu setengah jalan.

Setelah kita baca baik-baik puisi di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa temanya ialah “sesuatu yang tak sampai”. “sesuatu” itu adalah kembang, yang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat melambangkan kasih, cinta, wanita. Jadi tema puisi di atas adalah kasih tak sampai, bertepuk sebelah tangan, dan hal itu tampak dari baris terakhir; bunga setengah jalan yang sekaligus merupan judul puisi tersebut.hal itu juga jelas ada yang menyebabkannya : jauh jalan dan panas hari. Sekalipun bunga yang telah layu itu dipaksakan juga untuk menghiasi meja tersebut, ternyata sudah terlambat, tidak ada gunanya, sia-sia belaka.

2.2  Rasa
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Rasa ialah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisi tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai dua orang atau lebih menghadapi keadaan yang sama, tetapi justru dengan sikap yang berbeda. Demikian pula halnya dengan cara penyair. Dua orang penyair atau lebih, dapat menafsirkan objek yang sama dengan sikap yang berbeda. Terhadap anak “gembla” misalnya, para penyair dapat mengemukakan “sikap” yang berbeda-beda.
Berikut ini adalah karangan M. Yamin:
Gembala
Perasaan siapa takkan nyala
Melihatkan anak, berlagu dendang
Seorang sahaja ditengah padang
Tiada berbaju buka kepala
Beginilah nasib anak gembala
Berteduh dibawah, kayu nan rindang,
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang ke rumah disenja-kala.
Jauh sedikit, sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam, nan molek permai.
Wahai gembala disegera hijau
Mendengar puputmu, menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau.
Puisi gembala di atas merupakan ungkapan rasa sikap simpati serta penuh belas kasihan penyair. Penyair M. Yamin menaruh simpati serta penuh belas kasihan terhadap anak gembala yang berdendang seorang diri di tengah padang tanpa baju tanpa topi dari pagi sampai petang.

2.3  Nada
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan sebagainya. Nada adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya. Dengan kata lain: sikap sang penyair terhadap para penikmat karyanya. Nada yang dikemukakan oleh seorang penyair dalam suatu puisi, tentu ada hubungannya dengan tema dan rasa yang terkandung pada puisi tersebut. Pada saat-saat masyarakat atau pribadi sedang menderita tekanan, baik jasmani atau rohani, dan tidak ada keadilan dan kebenaran maka sering muncul pembrontakan ataupun keluhan serta jeritan yang bernada sinis. Dalam puisi Indonesia, nada-nada sinis dapat kita jumpai misalnya pada karya-karya Bang Usman (yang mewakili kesusastraan Indonesia pada masa Jepang).
Marilah sama-sama kita nikmati kesinisan Bung Usman berikut :

Hendak Tinggi?
Mau tinggi,
di muka bumi ????
Panjat kelapa
sampai kepuncak!!!
Alangkah tinggi
di muka bumi !!!

Semut dikakiku
Pedih gigitmu,
rasa sayat sembilu!!!
Kalau kupikirkan musuhku
dalam diriku …?
Aku malu !
Engkau hanya semut dikakiku!!!

2.4  Amanat
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Setiap orang hidup pasti mempunyai tujuan. Orang belajar pun ada maksud dan tujuan. Hanya terkadang tujuan tersebut tidak disadari, namun dia tetap ada baik secara eksplisit atau implisit. Demikian halnya dengan penyair, sadar atau tidak sadar, dia mempunyai tujuan dengan puisi-puisi ciptaannya itu. Apakah tujuan pertama kali untuk memenuhi kebutuhan pribadi sendiri atau yang lain, bergantung pada pandangan hidup sang penyair. Apabila sang penyair kebetulan seorang pendeta atau ulama, maka dengan karya-karyanya dia ingin membawa orang kepada jalan yang diridoi oleh Tuhan, lalu sajak-sajaknya bersifat religius.
Pada angkatan Pujangga Baru terdapat dua orang penyair religius, yang seorang mewakili agama Islam dan seorang lagi mewakili agama Kristen. Kedua penyair itu adalah Amir Hamzah dan J.E. Tatengkeng. Kita mulai dengan sanjak karya Amir Hamzah.

Karena kasihmu
Karena kasihmu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu

Aku inginkan rupamu
Kulebihi sekali
Sebelum cuaca menali sutera

Berulang-ulang kuintai-intai
Terus-menerus kurasa-rasakan
Sampai sekarang tiada tercapai
Hasrat sukma idaman badan

Pujiku dikau laguan kawi
Dating turun dari datuku
Diujung lidah engkau letakkan
Piatu teruna ditengah gembala

Sunyi sepi pitunang poyang
Tidak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melansing
Haram gemerencing genta rebana

Hatiku, hatiku
Hatiku sayang tiada bahagia
Hatiku kecil berduka raga
Hilang ia yang dilihatnya

Sekarang kita dengarkan pula penyair Jan Engelbert Tatengkeng berdendang memuja, memuliakan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Panggilan Pagi Minggu
Sedang kududuk diruang bilik,
Bermain kembang diujung jari,
Yang tadi pagi telah kupetik,
Akan teman sepanjang hari,

Kudengar amat perlahan,
Mendengung diombak udara,
Menerusi daun dan dahan
Bunyi lonceng di atas menara

Katanya :
Kupanggil yang hidup,
Kutangisi yang mati,
Pinta jiwa jangan ditutup,
Luaskan Aku masuk ke hati.
- Masuklah, ya, Tuhan
dalam hatiku -



STRUKTUR FISIK

3.1  Diksi
Adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Kata-kata dipilih, dicermati dan dibuat seefektif mungkin sehingga menghasilkan imajnasi dan suasana tertentu yang ingin diciptakan.
Diksi mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara lebi baik masalah kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengaktifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengantujan penulisan.

3.2  Pengimajian
Adalah usaha pengaturan atau penyusunan kata sehingga makna yang abstrak menjadi jelas dan kokret.pengimajian digunakan untuk member gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, untuk dapat menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan.
Di dalam puisi diperlukan kekonkretan gambaran, maka ide-ide abstrak yang tidak dapat ditangkap dengan alat-alat keinderaan diberi gambaran atau dihadirkan dalam gambar-ganbar inderaan. Diharapkan ide yang semula abstrak dapat ditangkap atau seolah-olah dapat dilihat, didengarkan, dicium, diraba, atau dipikirkan. Citraan dapat dibedakan atas citraan visual (penglihatan), citraan auditif (pendengaran), citraan artikulatori (pengucapan), citraan olfaktori (penciuman), citraan gustatory (kecap), citraan taktual (peraba/perasa) citraan kinaestetic (gerak), dan citraan organik.

3.3  Kata Konkret
Adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Penyair berusaha mengkonkretkan kata-kata, maksudnya kata-kata itu diupayakan agar dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Dengan kata yang diperkonkret pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Contoh untuk mengkonkretkan gambaran jiwa yang penuh dosa digunkan “aku hilang bentuk/remuk”.

3.4  Bahasa Figuratif
Adalah bahasa yang dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk lebih mengkonkretkan dan lebih mengekspresifkan perasaan yang diungkapkan. Pemakaian bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat pada pembaca karena dala bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan, keakraban, dan kesegaran. Disamping itu, adanya bahasa figuratif memudahkan pembaca dalam menikmati sesuatu yang disampaikan oleh penyair. Bahasa figuratif dikelompokkan menjadi beberapa macam:
a.       Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama.
b.      Metafora adalah bentuk bahasa figuratif yang membandingkan sesuatu hal dengan hal lainnya yang pada dasarnya tidak serupa. Contohnya “orang itu seperti buaya darat”.
c.       Personifikasi adalah jenis bahasa figuratif yang hamper sama dengan metafora. Bentuk bahasa figuratif ini mempersamakan benda atau hal dengan manusia, benda atau hal itu digambarkan dapat bertindak dan mempunyai kegiatan seperti manusia. Contohnya “angin yang meraung, batu-batu mengiris”.
d.      Epik-simile adalah pembandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut. Contonya ”Tuhanku/duniaku menghutan/hutanku jadi taman/ tamanku kering, kembali jadi hutan…/”.
e.       Metonimi adalah pemindahan istilah atau nama sesuatu hal atau benda ke suatu hal atau benda lainnya yang mempunyai kaitan rapat. Contohnya “Tuhanku/lingkarilah jiwaku/dengan cincin kasih-Mu/…”.
f.       Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu bagian penting dari suatu benda atau hal untuk benda atau hal itu sendiri. Contohya “Tuhanku/di dalam setiap sembahyangku/aku melihat/segala bangunan/yang kami ciptakan dalam/kehidupan, ternyata hanyalah ulat-ualat,/busuk dan menjijikkan/”.

3.5  Versifikasi
Meliputi ritma, rima dan metrum.
a.       Ritma berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi (khususnya puisi lama), ritma berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Ritma juga dapat juga pergartian keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptkan gelombang yang memperindah puisi. Contoh “Pagiku hilang/sudah melayang/Hari mudaku/telah pergi/Kini petang/dating membayang/Batang usiaku/sudah tinggi”.
b.      Rima merupakan persamaan bunyi dalam puisi. Persamaan bunyi dapat berada di awal, tengah akhir ataupun persamaan bunyi konsonan pada beberapa kata. Contoh “Karena kasih-Mu/Engkau tentukan waktu/sehari lima kali kita bertemu”.
c.       Metrum merupakan irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tetentu. Hal ini disebabkan oleh (1) jumlah suku kata yang tetap, (2) tekanan yang tetap, dan (3) alun suara menaik dan menurun yang tetap.

3.6  Tipografi
Merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Karena itu ia merupakan pembeda yang sangat penting. Dalam prosa (baik fiksi maupun bukan) baris-baris kata atau kalimat membentuk sebuah periodisitet. Namun, dalam puisi tidak demikian halnya. Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah periodisitet yang disebut bait. Baris-baris puisi tidak diawali dari tepi kiri dan berakhir di tepi kanan, tapi sebelah kiri maupun kanan sebuah baris puisi tidak harus dipenuhi oleh tulisan, tidak seperti halnya jika kita menulis prosa.

3.7  Sarana Retorika
Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran, dengan muslihat itu para penyair berusaha menarik perhatian, pikiran, sehingga pembaca tersugesti atas apa yang dikemukakan penyair. Pada umumnya sarana retorika menimbulkan ketegangan puitis, karena pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksudkan oleh penyairnya.
Sarana retorika adalah muslihat pikiran. Muslihat pikiran ini berupa bahasa yang tersusun untuk mengajak pembaca berfikir. Sarana retorika berbeda dengan bahasa kiasan atau bahasa figuratif dan citraan. Bahasa figuratif da citraan bertujuan memperjelas gambaran atau memgkonkretkan dan menciptakan prespektif yang baru melalui perbandingan,sedangkan sarana retorika adalah alat untuk mengajak pembaca berfikir supaya lebih menghayati gagasan yang dikemukakan.


3.8  Nilai Sosial
Nilai social adalah nilai yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat yaitu kehidupan manusia sebagai makhluk social, selalu dihadapkan pada masalah-masalah social yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Masalah sosial timbul sebagai akibat dari hubungan-hubungan sesama manusia lainnya dan sebagai akibat tingkah lakunya.

3.9  Nilai Psikologi
Yaitu nilai-nilai kebatinan atau kerohanian. Misalnya mendalami jiwa orang lain, adalah penting untuk dapat bergaul dengan masyarakat secara baik.

3.10 Nilai Moral
Yaitu nilai mengenai ajaran baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan-perbuatan, sikap dan kewajiban seperti akhlak, budi pekerti, susila dan lainnya.

3.11 Nilai Budaya
Nilai Yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat yangmengakar pada suatu kebiasaan.

3.12     Nilai Ekonomi
Yaitu nilai yang membentuk khayal dan fantasi untuk menunjukkan keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan.

3.13     Nilai Politik dan Perjuangan
Yaitu nilai tentang salah satu wujud interaksi social, termasuk persaingan, pelanggaran, dan konflik.

3.14     Nilai Agama
Yaitu suatu nilai yang berkaitan dengan perubahan sikap dan tingkah laku kearah yang lebih baik yang berkaitan dengan keTuhanan.
BAB IV
MACAM-MACAM PUISI

4.1  Puisi Lama
Merupakan hasil karya pengarang pada masa berkembangnya karya sastra lama. Pada masa itu, masyarakat masih hidup dan berpikir sederhana, serta masih dipengaruhi oleh adat istiadat dan tradisi. Karya sastra lama termasuk puisi lama, biasanya berisi tentang ajaran-ajaran moral, pendidikan, ajaran agama, aturan adat istiadat, adan nasihat.
Ciri-ciri puisi lama :
 .        Puisi lama sanagat terikat oleh kebiasaan adat istiadat
a.       Puisi lama terikat pada aturan-aturan penulisan. Misalnya, jumlah baris pada setiap baitnya, sajak terakhir mempunyai bunyi yang sama, serta ada sampiran dan ada isi.
b.      Biasanya karya puisi lama tidak mencantumkan nama pengarangnya
c.       Biasanya menggunakan bahasa Melayu.
Karya puisi lama dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain :
A.    Mantera
Mantera termasuk puisi lama karena bentuknya mempunyai bait dan baris. Mantera merupakan warisan budaya dari zaman animisme dan dinamisme, dimana masyarakatnya masih memuji roh-roh atau kekuatan gaib atau sesuatu yang dikeramatkan, seperti dewa-dewa, binatang atau kekuatan gaib lainnya. Kemudian, ketika zaman kebudayaan Melayu berkembang dan kebudayaan Islam berkembang, mantera juga mengikuti perkembangan budaya itu. Mantera biasanya dianggap berkekuatan ghaib oleh karena itu harus diadakan ritual dalam pengucapan mantra.
Contoh :
§  Mantra Dari Jawa
Sang ireng jeneng muksa pang reksane
Sang ening mati jati raksane
Lakune ora katon pangraksane manusa,
Bismillahirrohmannirohim,
Car mancur cahayaning Allah,
Sumsum balung rasaning pangeran,
Kulit wulu rasaning pangeran,
Iya ingsun mancuring Allah jatining manusa,
nek putih rasaning nyawa,
badan Allah sak kelebut putih,
Iya ingsun nagara sampurna.

B.     Pantun
Adalah jenis puisi lama yang terdiri atas empat baris dalam satu baitnya. Baris pertama dan baris kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi yang dituju atau dimaksudkan oleh pengarang. Sajak terakhir pada baris pertama akan sama dengan baris ketiga, sementara baris kedua dan keempat mempunyai bunyi yang sama.
Contoh :
§  Pantun nasihat
Ilmu insan setitik embun
Tiada umat sepandai Nabi
Kala nyawa tinggal diubun
Turutlah ilmu insan nan mati

C.    Talibun
Talibun hampir sama dengan pantun. Jika pantun setiap baitnya terdiri atas empat baris, talibun setiap baitnya terdiri atas enam, delapan, sepuluh, duabelas, dan seterusnya. Talibun juga mempunyai sampiran dan isi. Jika jumlah baris baris talibun enam, maka tiga baris pertama merupakan sampran, dan tiga baris terakhir merupakan isi. Jika jumlah baris talibun delapan, maka empat baris pertama merupakan sampiran sedangkan empat baris terakhir adalah isi.
Contoh :
§  Talibun delapan baris
Pasir bulan dalam perahu
Berlabuh tentang batu bara
Berkawan lalu ketepian
Ketika menghadap kemudian
Kasih tuan hambalah tahu
Bagai orang menggenggam bara
Rasa hangat dilepaskan
Begitu benar malah kiranya.

D.    Seloka
Seloka juga hampir sama dengan pantun. Bahkan, seloka disebut juga pantun berbingkai karena bait yang satu masih berhubungan dengan bait berikutnya. Cirri seloka adalah satu bait terdiri atas empat baris. Baris kedua dan keempat pada bait pertama akan diulangi bait kedua. Sementara baris kedua dan keempat pada bait kedua akan diulang pada bait ketiga.
Contoh :
§  Seloka a-b-a-b
Seganda gugur di halaman
Daun melayang masuk kulah
Dengan adinda minta berkenalan
Rindunya bukan ulah-ulah

Daun melayang masuk kulah
Batang berangan di tepi paya
Rindunya bukan ulah-ulah
Jangan tuan tidak percaya

E.     Gurindam
Gurindam mirip dengan pantun kilat karena terdiri atas dua larik namun rima akhir dalam gurindam berpola a-a. Kedua larik tersebut merupakan kalimat majemuk yang menyatakan sebab akibat. Baris pertama merupakan syarat dan baris kedua merupakan akibat atau isi. Gurindam berisi nasehat atau ajaran budi pekerti.
Contoh :
Barang siapa yang mendekatkan pada Illahi
Maka ia akan mendapatkan sugawi

Barang siapa mengenal akhirat
Taulah ia dunia mudarat

F.     Syair
Syair berasal dari kebudayaan Arab yang masuk kedalam budaya Indonesia. Isi syair selalu berupa nasehat  atau dongeng yang sarat akan pesan moral. Syair Terdiri atas empat baris, semuanya merupakan isi, tidak memiliki sampiran, tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata, dan rima ahirnya berpola a-a-a-a.
Contoh :
Ya Illahi Khalikul Bahri
Nasibku malang tiada pergi
Ditinggal suami seorang diri
Bakal sengsara sepanjang hari

G.    Karmina
Karmina disebut juga pantun kilat. Bentuknya sama dengan pantun biasa, hanya liriknya lebih pendek. Tiap larik terdiri atas empat sampai lima suku kata dan pola rimanya a-b-a-b.
Contoh :
Gendang gendut tali kecapi
Kenyang perut senanglah hati
Dahulu perang sekarang besi
Dahulu sayang sekarang benci
H.    Bidal
Bidal ialah kalimat singkat yang mengandung pengertian dalam bentuk kiasan, dan digunakan untuk menyatakan suatu hal yang kurang pantas secara halus. Jadi, biasanya bidal berisi sindiran,perbandingan, atau kiasan.
Contoh:
}  “Minyak habis sambal tak enak.”
}  “Bagai mengairi sawah orang.”
}  “Semahal-mahalnya gading, kalau patah tak berharga.”
Bidal diklasifikan menjadi beberapa jenis, antara lain:
}  Pepatah
}  Peribahasa
}  Ungkapan
}  Perumpamaan
}  Ibarat
}  Pemeo/semboyan
I.       Masnawi
Berisikan pujaan terhadap orang-orang besar atau perbuatan yang penting-penting contoh:
Umar yang adil dengan perinya
Nyata pun adil sama sendirinya
Dengan adil itu anaknya dibunuh
Inilah adat yang benar dan sungguh

Dengan bedah antara isi alam
Ialah yang besar pada siang malam
Lagi pun yang menjauhkan segala syair
Imamulhak di dalam Padang Mahsyar
Barang yang hak Ta’ala katakan itu
Maka katanya sebenarnya begitu

J.      Rubai
Rubai terdiri atas empat larik, berima a-a-ba. Banyaknya suku kata tiap larik tidak tentu. Biasanya, rubai bernapaskan agama.
Contoh:
Dunia juga yang indah maka tercenganglah manusia,
sebab terkadang ia terhina dan lagi termulia,
bahwa seseorang tiada kenal dunia itu,
dalam dunia juga hidupnya sehari sia-sia.

K.    Gazal
Gazal juga merupakan pengaruh Persia-Arab pada sastra kita. Gazal merupakan puisi lama yang tiap baitnya terdiri atas 8 larik. Tiap larik terdiri atas 20 hingga 22 suku kata. Setiap larik mempunyai kata akhir yang samaJadi bukan hanya rimanya yang sama, melainkan kata. Gazal berisi masalah kebatinan yang tinggi.
Contoh:
Kekasihku seperti nyawa pun adalah terkasih dan mulia juga,
dan nyawaku pun, mana daripada nyawa itu jauh ia juga,
jika seribu tahun lamanya pun hidup sia-sia juga,
hanya jika pada nyawa itu hampir dengan sedia suka juga,
nyawa itu yang menghidupkan senantiasa nyawa manusia juga,
dan menghilangkan cintanya pun itu kekasihku yang setia juga,
kekasihku itu yang mengenak hatiku dengan rahasia juga,
Bukhari yang ada serta nyawa itu ialah berbahagia juga.

4.2  Puisi Baru
A.  Distikon (sajak dua seuntai)
Sajak yang berisi dua baris kalimat dalam setiap baitnya, bersajak a-a.
Contoh:
HANG TUAH
Bayu berpuput alun bergulung
Banyu direbut buih di bubung
Selat malaka ombaknya mmecah
Pukul-memukul belah-membelah
Bahtera ditepuk buritan dilanda
Penjajab dihantuk haluan di tunda
Oleh            : Amir Hamzah
Dari : Puisi Baru


B.     Terzina (sajak tiga seuntai)
Sajak tiga seuntai, artinya setiap baitnya terdiri atas tiga buah kalimat. Tarzina bersajak a-a-a; a-b-c; a-b-b;

Contoh:
BAGAIMANA
Kadang-kadang aku benci
Bahkan sampai aku maki
……………… diriku sendiri
Seperti aku
Menjadi seteru
……………….diriku sendiri
Waktu itu
Aku ……………………..
Seperti seorang lain dari diriku
Aku tak puas
Sebab itu aku menjadi buas
Menjadi buas dan panas
( Or. Mandank )

C.    Quatrin (sajak empat seuntai)
Sajak empat seuntai yang setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat. Kuatrin bersajak ab\ab, aa-aa, ab\ab atau aa\bb.

Contoh:
NGARAI SIANOK
Berat himpitan gunung Singgalang
Atas daratan di bawahnya
Hingga tengkah tak alang-alang
Ngarai lebar dengan dalangnya
Bumi runtuh-runtuh juga
Seperti beradab-adab yang lepas
Debumnya hirap dalam angkasa
Derumnya lenyap di sawah luas
Dua penduduk di dalam ngarai
Mencangkul lading satu-satu
Menyabit di sawah bersorak sorai
Ramai kerja sejak dahulu
Bumi runtuh-runtuh jua
Mereka hidup bergiat terus
Seperti si Anok dengan rumahnya
Diam-diam mengalir terus
( Rifai Ali )

D.    Quint (sajak lima seuntai)
Sajak atau puisi yang terdiri atas lima baris kalimat dalam setiap baitnya. Kuint bersajak a-a-a-a-a.
Contoh:
HANYA KEPADA TUAN
Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakana
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada Tuan
Yang pernah di resah gelisahkan
Satu-satu desiran
Yang saya dengarkan
Hanya dapat saya syairkan
Kepada Tuan
Yang pernah mendengarkan desiran
Satu-satu kenyataan
Yang saya didustakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada Tuan
Yang enggan merasakan
( Or. Mandank )

E.      Sextet/Dubbel Terzina (sajak enam seuntai)
Sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam buah kalimat dalam setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yang tidak beraturan. Dalam sektet, pengarangnya bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima bunyi.
Contoh:
BUNDA DAN ANAK

Masak jambak
Buah sebuah
Diperam alam di ujung dahan
Merah
Beuris-uris
Bendera masak bagi selera
Lembut umbut
Disantap sayap
Kereak pipi mengobat luas
Semarak jambak
Di bawah pohon terjatuh ranum
Lalu ibu
Di pokok pohon
Tertarung hidup, terjauh mata
Pada pala
Tinggal sepenggal
Terpercik liur di bawah lidah

F.      Septina (sajak tujuh seuntai)
Sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat. Sama halnya dengan sektet, persajakan septina tidak berurutan.
Contoh:

API UNGGUN
Diam tenang kami memandang
Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampaknya curia
Hanya satu cita digapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi
(Intojo)

G.    Stanza atau octaaf (sajak delapan seuntai)
Sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah kalimat. Stanza disebut juga oktava. Persajakan stanza tidak beraturan.

Contoh:
PERTANYAAN ANAK KECIL
Hai kayu-kayu dan daun-daunan
Mengapakah kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin dan tenang, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita bagus menyenangkan kami?
Aku tidakmengerti kesukaan kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa?
Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!
Apakah yang kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan kau penuhkan bunyi!
Apakah yang kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah itu atau madukah?
Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah kamu tertawa-tawa?
(Mr. Dajoh)

H.    Ode
Sajakatau puisi yang isinya mengandung pujian kepada seseorang, bangsa dan Negara, atau pun sesuatu yang dianggap mulia. Karena isinya itulah, ode disebut juga sebagai puji-pujian. Persajakan ode tidak beraturan atau bebas.

Contoh:
· Menara sakti ( Kepada arwah HOS. Cokroaminoto) , karya A Hasjmy

I.       Himne
Sajak pujaan, yaitu puji-pujian kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Himne disebut juga sajak atau puisi ketuhanan.
Contoh:
· Padamu jua, karya Amir Hamzah

J.      Elegi
Elegi merupakan sajak duka nestapa. Isi sajak ini selalu mengungkapkan sesuatu yang menyayat hati, mendayu-dayu dan mengharu-biru.
Contoh:
· Bertemu, karya Sutan Takdir Alisyahbana

K.    Epigram
Sajak atau puisi yang berisi tentang ajaran-ajaran moral, nilai-nilai hidup yang baik dan benar, yang dilukiskan dengan ringkas. Terkadang ditulis dengan kata-kata atau kalimat-kalimat sindiran atau kecaman pahit.
Contoh:
· Pemuda, karya Surapati

L.     Satire
Sajak atau puisi yang isinya mengecam, mengejek dengan kasar (sarkasme) dan tajam (sinis) suatu kepincangan atau ketidakadilan yang ada dalam masyarakat.
Contoh:
· Marhaen, karya Sanusi pane

M.   Romance
Romance adalah sajak atau puisi yang berisi tentang cinta kasih. Cinta kasih ini tidak hanya cinta kasih antara dua orang kekasih, tetapi juga cinta kasih dalam bentuk lainnya. Misalnya cinta terhadap suasana damai dan tentram, cinta keadilan, cinta terhadap bangsa dan Negara juga cinta kepada Tuha.
Contoh:
· Anakku, karya J.E. Tatengkeng

N.    Balada
Sajak atau puisi yang berisikan cerita atau kisah yang mungkin terjadi atau hanya khayalan penyairnya saja.
Contoh:
· Kristus di Medan Perang, karya Sitor Situmorang

O.    Soneta (sajak 14 seuntai)
Soneta adalah salah satu bentuk puisi baru yang berasal dari Italia dan masuk ke Indonesia melalui pemuda terpelajar Indonesia yang belajar di Eropa, terutama Belanda.Tokoh sonata terkenal dan dianggap sebagai bapak sonata Indonesia adalah Mohammad Yamin dan Rustam Effendi.
Soneta yang asli terdiri atas empat belas kalimat seluruhnya. Namun sonata yang ada di Indonesia jumlah barisnya lebih dari empat belas kalimat. Tambahan baris kalimat dalam sonata tersebut dinamakan koda atau ekor.
Contoh:
· Kehilangan Mestika, karya A. Kartahadimadja
· Untuk Tini Kusuma, karya Moch. Yamin

4.3  Puisi Modern Kontemporer
Puisi modern kontemporer dimulai sekitar tahun 1945, ketika para penyair mulai melahirkan karya-karya yang bercorak baru yang sangat berbeda dari karya-karya puisi sebelumnya. Pengaruh sastra Melayu dan bahasa Melayu sudah benar-benar ditinggalkan. Para penyair pada masa ini mulai menulis puisi atau karya sastra lainnya dengan bebas dan dengan bahasa yang lebih lincah, tidak lagi terikat pada peraturan-peraturan bentuk seperti yang terdapat pada karya puisi lama dan puisi baru.
Dari segi bentuk, isi, dan bahasa puisi itulah, karya-karya sastra termasuk puisi yang terlahir dari tahun 1940 sampai dengan sekarang digolongkan sebagai puisi modern.

A.    Puisi Angkatan ‘45
Yang dimaksud puisi angkatan 45 adalah puisi yang terlahir pada 1940 an yang dilator belakangi oleh penjajahan bahasa asing, terutama bangsa Belanda dan Jepang.
Angkatan ’45 disebut juga Angkatan Chairil Anwar, karena penyair Chairil Anwar banyak melahirkan karya sastra pada saat itu. Chairil Anwarlah yang memulai penciptaan karya puisi yang berbeda dengan karya puisi sebelumnya (puisi lama dan puisi baru).
Karya puisi Angkatan ’45 :

Doa
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
Tinggal kerip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk

Tuhanku
Aku mengembara dinegri asing

Tuhanku
Di pintunu aku mengetuk
Aku tidak bias berpaling


B.     Puisi Angkatan ‘66
Yang dimaksud dengan puisi Angkatan ’66 adalah karya-karya puisi yang dicptakan oleh para penyair pada sekitar tahun 1960-an sampai dengan tahun 1970-an . Disebut Angkatan ’66 karena karya puisi yang sangat berpengaruh adalah puisi-puisi yang ditulis oleh penyair pada tahun 1965-1966, yang dilatarbelakangi dengan pembrontakan PKI. Oleh karena keadaan itu banyak seniman para pemuda dan seniman berdemontrasi di mana-mana. Mereka menuntut PKI dibubarkan, termasuk para penyair yang berusaha menggambarkan keadaan itu melalui karya puisinya.
Karya puisi Angkatan ’66 :

Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang keselamba
Sore itu

Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi

C.    Puisi Tahun 1970-an-2000-an
Puisi Indonesia semakin berkembang dari tahun ketahun. Keadaan masyarakat masih karya cipta puisi. Namun, pada tahun 1970-an sampai sekarang para penyair masih menulis atau menciptakan puisi dengan temayang beragam. Seperti keindahan alam, percintaan, tentang keluarga, dan lainnya.
Karya puisi Angkatan 1970-an-2000-an :

Tuhan Telah Menegurmu
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
Lewat perut anak-anak yang kelaparan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan

Lewat semayup suara azan
Tuhan menegurmu dengan cukup menahan kesabaran

Lewat gempa bumi yang berguncang
Deru angin yang meraung kencang
Hujan dan banjir melintang kukang

D.    Puisi Mbeling
Puisi mbeling pada umumnya mengandung unsure humor, bercorak kelakar. Dalam puisi ini sering terdapat unsure kritik, terutama kritik sosial. Puisi mbeling tidak meng’haram’kan penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai hak yang sama dalam penulisan puisi ini.
Contoh : ( puisi mbeling )
Teka teki
Saya ada dalam puisi
Saya ada dalam cerpen
Saya ada dalam novel
Saya ada dalam roman
Saya ada dalam kritik
Saya ada dalam esai
Saya ada dalam wc
Siapakah saya ?
Jawab : H.B Jassin
Mengapa : Karena tahun 70-an sastra Indonesia didominasi oleh sastrawan yang sudah mapan termasuk H.B Yasin. Sastrawan muda merasa tidak diberi kesempatan untuk tampil. Melalui karya – karyanya mereka mencoba berontak terhadap keadaan tersebut.

E.     Puisi Tipografi
Yaitu puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud fisik puisi mampu memperkuat ekspresi puisi. Bahkan wujud fisik puisi dipandangg sebagai salahh satu unsure puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki makna tertentu, yang tidak terlepas dari keseluruhan makna puisi.
Contoh
MAUT
dia diamdiam diamdiam dia dia diamdiam diamdiam dia
     diamdiam dia dia diamdiam diamdiam dia
             dia diamdiam diamdiam dia
                   dia diamdiam
                     diamdiam
                       maut

Karya : Ibrahim Sattah



PENUTUP


Hakiakat puisi meruoakan unsur hakiki yang menjiwai puisi dengan melukiskan sifat-sifat utamanya. Dengan mengetahui sifat-sifat utama tersebut, maka lebih terbuka jalan untuk mengerti bahkan juga menikmati serta menilai puisi. I.A. Richards, seorang kritikus sastra yang terkenal telah menunjukkan bahwa suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhanyang merupakan perpaduan dari tema (yaitu mengenai inti pokok puisi itu), rasa (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya), nada (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), dan amanat (yaitu maksud atau tujuan penyair).


















DAFTAR PUSTAKA



Berdiati, Ika dan Rahmawati Annisa. 2010. Berkenalan Dengan Puisi. Bandung: Sinergi Pustaka Indonesia.
Isdriani, Pudji. 2009. Seribu Pena Bahasa Indonesia (Sekolah Menengah Atas dan Manrasah Aliyah). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jabrohim, Anwar Chairul dan Sayuti Suminto A. 2001. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniati, Lisdwiana. 2008. Stilistika. Pringsewu: STKIP M Pringsewu Lampung
Luxemburg, Jan Van. Dkk. 2008. Pengantar ilmu sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Puspasari. 2010. Belajar Mengapresiasi Puisi. Bekasi: Adhi Aksara Abadi Indonesia.
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Waluyo, Herman J. 2005. Apresiasi Puisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons